Adanya krisis yang melanda perekonomian Indonesia, membuat banyak perusahaan melakukan redefinisi dan restrukturisasi. Baik dari sisi visi, manajemen maupun strategi-strategi yang digunakannya. Karena bila sebuah perusahaan tidak mampu atau tidak mau melakukan penyesuaian, maka dapat dipastikan banyak perusahaan yang tidak akan bertahan.
Apalagi krisis ini juga melanda banyak negara, yang tentunya juga banyak memiliki hubungan dagang dengan perusahaan di Indonesia. Akibatnya, banyak perusahaan di berbagai sektor yang terkena dampak krisis, dan terpaksa harus melakukan perubahan.
Tak terkecuali dengan dunia perbankan nasional. Karena, bila banyak perusahaan terkena dampak krisis dan mengalami kesulitan dalam keuangannya, maka banyak perusahaan yang kesulitan dalam melakukan pembayaran hutang kepada bank. Akhirnya, bank pun akan mengalami keterlambatan dalam perputaran dananya.
Untuk itu, bank perlu mempersiapkan langkah-langkah yang jitu dalam mengantisipasi berbagai peristiwa yang dapat mempengaruhi proses bisnisnya. Seperti misalnya langkah yang dilakukan oleh Bank Internasional Indonesia (BII).
Meskipun pada saat krisis BII sempat mengikuti program rekapitalisasi perbankan nasional, namun BII tetap percaya diri untuk terus tumbuh. Misalnya seperti pada tahun 2002, BII melakukan konsolidasi sebagai langkah strategis untuk perbaikan struktur permodalan melalui mekanisme right issue. Dan saat ini, BII telah menjadi bank terbesar di Indonesia.
Di sini, bank yang memiliki cabang di Singapura, Mauritius, Mumbai dan Cayman Islands berusaha mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat. Misalnya dengan meningkatkan infastruktur teknologinya. Namun yang paling penting, BII berusaha meningkatkan layanan kepada customer-nya sebaik mungkin.
Namun, itu semua tidak akan menjadi sebuah langkah yang berarti bila BII tidak mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Bila SDM BII lemah dalam melakukan pendekatan dan relationship dengan customer atau calon customer-nya, maka teknologi secanggih apapun atau konsep layanan sebaik apapun akan sulit diterapkan. Karena ujung tombak dalam mendapatkan dan menjaga hubungan dengan customer adalah para SDM tersebut atau sales force dari BII.
Inilah kuncinya. Sebuah sales force dengan didukung organisasi dan manajemen yang kuat. Sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan kekuatan bisnis perusahaan. Jadi, sebuah langkah yang tepat saat BII melakukan perbaikan dari sisi sales force-nya.
Salah satu wujud nyata yang dilakukan BII dalam memperkuat kekuatan sales-nya antara lain dengan memberikan sales training yang diikuti dari level yang paling bawah sampai dengan level atas. Dan ini memang berkaitan dengan visi BII yang ingin menjadikan sales sebagai budaya perusahaan.
Namun, sales force disini tidak hanya berkaitan dengan SDM-nya saja. Tetapi juga berkaitan antara sales force platform, sales force organization dan sales force management-nya yang terstruktur rapi dan saling mendukung.
Dengan sales force platform, BII mempersiapkan bagaimana mengintegrasikan kekuatan sales dari mulai menyiapkan produk, pasar dan menentukan channel yang bisa menyalurkan produk ke pasar. Misalnya ketika BII menyadari adanya peertumbuhan market share terhadap produk perbanakan. BII menyusun rapi produk-produknya produk simpanan, kartu kredit, sampai ke reksadana untuk mendapatkan pangsa pasar tersebut. Bahkan BII telah meluncurkan sampai lebih dari 20 produk.
Tetapi, untuk bisa mendapatkan pasar tersebut, BII berusaha meningkatkan sales force organization-nya. Karena, dalam proses ini dibutuhkan kemampuan dalam menentukan daerah dan ukuran pasar yang akan dibidik. Juga diperlukan struktur orgnaisasi yang tepat agar sales force ini bisa optimal dalam meraih pasar yang potensial.
Misalnya dibidang kartu kredit. Seperti kita tahu, potensi market kartu kredit di Indonesia sangat besar, sedangkan tingkat penetrasi pemegang kartu kredit di Indonesia sangat rendah. Sungguh peluang yang perlu dicermati dan dikaji secara menyeluruh dalam segi penjualan.
Nah, disinilah dibutuhkan sales force management yang ampuh. Sebuah manajemen yang mengatur para penjual, manajer dan produktivitas yang menjadi targetnya. Karena itu, selain para sales yang menjadi ujung tombak perusahaan, para sales manajer juga memerlukan pengetahuan yang up to date. Dan sebuah leadership program yang dilakukan BII dalam meng-upgrade kemampuan manajernya akan menjadi sebuah keuntungan tersendiri di dua atau tiga tahun mendatang.
Memang, kemampuan sales manajerial harus selalu diasah dalam menjadikan BII terdepan di bidang perbankan. Dari mulai para pimpinan sampai dengan para sales di frontliner-nya.
Alhasil, sampai pertengahan tahun 2005, BII mengklaim telah berhasil menguasai sembilan persen pasar kartu kredit di Indonesia. Dan BII menargetkan pertumbuhan kartu kreditnya di tahun 2005 akan meningkat hingga 40%[1]. Angka ini masih lebih besar dari pertumbuhan rata-rata pasar kartu kredit di Indonesia yang hanya sekitar 30%.
Sekarang, kita tinggal lihat bagaimana strategi pengembangan salses force dari BII bisa terus meningkatkan pertumbuhan kartu kreditnya pada tahun-tahun kedepannya.***
[1] http://www.swa.co.id/primer/pemasaran/strategi/details.php?cid=1&id=3029
Tulisan ini dibuat penulis ketika menjadi business analyst di MarkPlus&Co